Sekitar 40 persen daerah mengajukan permohonan ke pemerintah pusat agar diizinkan melakukan verifikasi ulang atas data honorer yang didanai APBN atau lebih dikenal dengan istilah honorer kategori satu (K1). Pasalnya, banyak kalangan masyarakat memprotes data honorer yang dipublikasikan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
"Setelah sanggahan dari masyarakat akan data honorer K1 yang dipublikasi baik memenuhi kriteria (MK) maupun tidak memenuhi kriteria (TMK), para sekretaris daerah (Sekda) banyak yang melakukan sanggahan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN)," kata Kabag Humas BKN Tumpak Hutabarat saat dihubungi, Jumat (11/5).
Inti dari sanggahan para sekda itu, lanjutnya, adalah mengharapkan pemerintah pusat untuk mengubah honorer K1 yang terolong TMK (Tidak Masuk Kriteria) menjadi MK (Masuk Kriteria). Alasannya, karena banyak honorer TMK yang harusnya masuk MK.
"Bulan lalu kan kita publish data MK dan TMK. Yang banyak diprotes paling banyak adalah data TMK. Melihat itu, para sekda melakukan analisa, makanya kemudian mereka minta data TMK itu dijadikan MK," terangnya.
Meski ada 40 daerah yang meminta perubahan data, namun menurut Tumpak tidak semua data TMK bakal diubah menjadi MK. Pengalihan itu hanya untuk nama-nama yang diyakini masuk kriteria saja.
"Setiap daerah yang minta diubah itu sekitar 10 orang saja. Jadi tidak semua data TMK diminta dialihkan ke MK," ucapnya.
Selain permintaan pengubahan data TMK ke MK, ada sekitar 10 persen daerah yang mencoret nama honorer K1. Penganuliran data itu karena honorer K1 yang masuk MK justru sebenarnya TMK. (Esy/sumber:jpnn.com)